BPJS Kesehatan telah menjadi program utama jaminan kesehatan nasional yang dirancang untuk memberikan akses pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Saat ini, pemerintah masih memberlakukan skema iuran berdasarkan kelas rawat inap, yaitu Kelas 1, 2, dan 3.
Meskipun pada 2025 rencananya pemerintah akan memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara penuh, besaran iuran saat ini tetap mengacu pada peraturan lama, yaitu Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Biaya Iuran BPJS Kesehatan per Desember 2024
Berdasarkan ketentuan yang masih berlaku, berikut rincian iuran BPJS Kesehatan per Desember 2024 sesuai kelas:
- Kelas 3: Tarif: Rp42.000 per bulan.
- Kelas 2: Rp100.000 per bulan.
- Kelas 3: Rp150.000 per bulan.
Khusus untuk kelas 3, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp7.000 per bulan, sehingga peserta hanya perlu membayar Rp35.000 setiap bulannya.
Selain itu, iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), seperti masyarakat miskin yang terdaftar dalam data pemerintah, sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Iuran untuk pekerja penerima upah (PPU) yang bekerja di instansi pemerintah, seperti pegawai negeri sipil, anggota TNI, dan Polri, adalah 5% dari gaji atau upah bulanan.
Dari jumlah tersebut, 4% ditanggung pemberi kerja, sedangkan 1% dibayarkan oleh peserta. Untuk PPU di sektor swasta, skema ini tetap berlaku dengan ketentuan serupa.
Bagi keluarga tambahan, seperti anak keempat atau orang tua, iuran sebesar 1% dari gaji atau upah dibebankan kepada peserta.
Kapan Tarif Iuran BPJS Kesehatan Berubah?
Pemerintah merencanakan penerapan KRIS mulai Juli 2025, sesuai Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang kemungkinan akan mengubah tarif iuran.
Meski demikian, besaran iuran KRIS masih belum ditetapkan. Saat ini, pemerintah masih menggunakan masa transisi untuk menyempurnakan kebijakan ini.
Tarif baru diperkirakan akan diumumkan sebelum Juli 2025. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, memastikan bahwa peserta PBI Kelas 3 tidak akan mengalami kenaikan iuran. Namun, ada potensi perubahan untuk peserta Kelas 1 dan 2.
Selama masa transisi, denda keterlambatan tetap berlaku bagi peserta yang menunggak lebih dari 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali. Denda ini sebesar 5% dari biaya rawat inap dengan maksimal Rp30 juta, dan berlaku hingga 12 bulan tunggakan.